Kilas Balik sebuah Prolog

“Aghi....” gadis kecil berponi itu telah berdiri selama kurang lebih 15 menit di pinggir pintu samping sebuah rumah mungil yang dihuni oleh keluarga kecil pak hamdhan. Setiap kurang lebih 3 menit, dia memanggil seorang anak seusianya yang tengah terpaku memandangi televisi di depannnya tanpa ekspresi. Dan tentunya tanpa memperdulikan suara lembut yang memanggilnya berulang kali sedari tadi.
“Aghi....” Ini kali ke-enam si gadis kecil memanggil.
Si anak laki-laki pun akhirnya menoleh kearah suara yang memanggilnya. Ditatapnya mata si gadis kecil itu lekat-lekat. Matanya tajam menatap. Si gadis kecil tercekat melihat tatapan si anak laki-laki, seakan-akan tahu bahwa mata itu mengisyaratkan sesuatu yang kurang berkenan.
“Maaf....” Buru-buru si gadis kecil mengucap maaf kepada si anak laki-laki kemudian berlari pergi, menghilang dari hadapan si anak laki-laki.
Gadis kecil itu berlari kecil keluar dari halaman rumah mungil keluarga pak hamdan, menyeberangi jalan menuju rumah di seberangnya, melihat ibunya sedang berada di teras, dia segera menghambur ke pelukan sang ibu dan terisak.
“Ibuuuuu....” Dia menjerit kecil di pelukan ibunya, air matanya telah mengucur.
“Ada apa sayang?” Tanya sang ibu khawatir.
“Bu, kenapa Aghi ndak mau bicara sama Radh? Aghi marah ya sama Radh?” Si kecil memulai sesi curhatnya pada sang ibu.
“Kok Radh bicara gitu? Kenapa?”
“Tadi Radh ke rumah Aghi, tapi Radh panggil-panggil Aghi diam saja, Aghi ndak mau jawab.”
“Lalu, kenapa Radh menangis?”
Radhiya menggeleng. Terisak di pelukan sang ibu. Ibunya memeluk Radhiya erat.

0 komentar:

Posting Komentar

About this blog

happy reading

Total Pageviews

Followers

About Me

Foto Saya
dianpra
Writing for Pleasure
Lihat profil lengkapku

thanks for visiting