The Silent Al

Siang itu matahari bersinar cukup kuat, panasnya menyengat. Yul sedang menikmati es teh di beranda belakang rumahnya bersama adiknya, Nev. Ini hari minggu, waktunya Yul untuk bermalas-malasan setelah 6 hari sebelumnya tenaga dan pikiranya terkuras di tempat kerja. Sedang asyiknya bersantai, ibunya memanggil. Suara beliau menggema dari ruang tengah, semakin jelas, mendekat ke telinganya. Yul segera bergegas menghampiri sumber suara.
“Dicari temenmu itu lho, Yul.” Kata ibunya.
“Siapa bu?”
“Tuh liat aja.” Ibunya lalu melenggang ke dapur untuk membuatkan minum.
Yul melongok kearah teras, seorang laki-laki tengah duduk di kursi teras depan. Itu Fath, teman semasa SMA nya. Yul kaget. Segera dia merapikan penampilanya dan ke depan menemui Fath.
“Fath?” sapa Yul.
“Hai Yul. Sibuk?” Tanya Fath.
“Ah enggak kok, sesuatu banget kamu tiba-tiba dateng kesini Fath.”
Mereka pun mengobrol sedikit, obrolan khas anter teman setelah kurang lebih setahun tak bertemu. Menanyakan kabar, kegiatan sehari-hari, sampai menceritakan teman yang lain. Sampai akhirnya Fath mengutarakan sesuatu, tujuan utamanya.
“Kamu masih sering komunikasi sama Al, Yul?” Tanya Fath pada Yul, menanyakan tentang Al, teman mereka, sekaligus mantan kekasih Fath.
“Heemh...” Yul menghela napas.
“Kenapa Yul?”
“Itu yang aku gak ngerti. Semenjak akun fb nya nggak aktif, twitternya dihapus, Al jadi misterius. Disms jarang bales, ditelpon nggak diangkat, blog nya juga gak pernah diupdate.”
“Oh...”
“Kenapa, Fath?”
“Ternyata Al kaya gitu ya Yul.”
“Kaya gitu gimana?”
“Banyak banget yang dia rahasiain dari aku, Yul.”
“Rahasia?”
Dan Fath mulai bercerita panjang lebar mengenai kisahnya dengan Al, tentang beberapa hal yang disembunyikan Al dari Fath, dan akhirnya kini terbongkar.
“Dan kamu percaya sama semua itu, Fath?” Tanya Yul setelah Fath mengakhiri ceritanya.
“Yaaa...”
“Apa kamu juga tau Fath kalau Al itu suka kamu sejak SMA? Semenjak dia kenal kamu Fath?” Yul memutus pembicaraan Fath dan melontarkan pertanyaan yang membuat Fath tercengang.
“Bahkan sebelum aku kenal sama Al, Al udah suka sama kamu, dia perhatiin kamu, dia naksir kamu, Fath.” Lanjut Yul.
“Ah bull shit itu, Yul.” Fath menyangkal, padahal wajahnya sudah jelas memperlihatkan ketidak percayaan namun penuh Tanya.
“Kenapa kamu bilang gitu? Kamu gak percaya?”
“Apa aku kudu percaya?”
“Iya, harus percaya. Karna Al gak pernah bohong sama aku.”
“Tapi Al pernah bohong ke aku, Yul.”
“Tapi dia bohongin kamu semata-mata demi kebaikan kalian, Fath.”
Fath terdiam.
“Kalian kenal semenjak kelas 1 SMA kan? Karna kalian ikut ekskul yang sama, kalian saling kenal, smenjak itulah Al ada rasa ke kamu, Al punya perasaan khususn ke kamu, Al naksir kamu. Bahkan itu sebelum aku kenal yang namanya Al. Selama 3 tahun dia jatuh cinta diam-diam ke kamu, tanpa ada yang tahu kecuali dia dan Tuhan. Waktu kamu punya pacar, Al diam. Waktu kamu asik dengan dunia kamu, Al diam-diam ikut nikmatin. Sampai akhirnya kita lulus SMA, Al sedikit demi sedikit berani certain isi hatinya ke aku, dan semuanya tentang kamu. Dan kamu datang ke Al, masuk ke kehidupan Al lebih dalam. Kamu tau Fath, gimana bahagianya Al saat itu? Saat perasaanya terbalas? Mengharukan Fath. Selama 4 tahun dia diam, akhirnya itu gak sia-sia, yaaa meski akhirnya kalian harus pisah gara-gara Al sendiri...”
“Cukup Yul, itu udah dulu. Masa lalu.” Air muka Fath berubah, bimbang.
“Ya itu emang dulu. Tapi sekarang, kayanya masih sama Fath. Sekarang pun, aku yakin, Al masih sayang sama kamu.”
“Mana buktinya, Yul? Sayang macam apa kalau dia menghilang kaya gini? Lagi pula kami udah lama putus, itu udah berlalu dari 4 tahun lalu.”
“Memang nggak ada bukti. Setidaknya sampai detik terakhir Al ngubungi aku sebulan lalu, Al masih sempet bilang kalau dia masih sayang sama kamu. Dan masalah Al menghilang ini, aku rasa dia punya alasan, Fath.”
Fath makin kalut mendengar uraian Yul, tentang Al, mantan kekasihnya. Pikiranya kembali ke 4 tahun lalu, dimana dia mulai merasa ada yang beda pada perasaanya pada Al. Al yang perhatian padanya, Al yang ada ketika dia sedang dilema, Al yang sabar mendengar keluh kesahnya. Ah, Al... kenapa kisah mereka harus berakhir begitu saja, tanpa alasan yang jelas. Tanpa sadar, Fath meneteskan air matanya, di hadapan Yul, teman dekat Al.
“Al, dia pernah menjalin hubungan dengan orang lain setelah dia putus sama kamu, Fath. Tapi sia-sia, perasaanya ke kamu nggak bisa hilang, dia tersiksa sendiri. Klasik memang, masalah cinta sampai mendominasi hidupnya, kaya nggak ada hal yang lebih penting dari cinta. Tapi ya memang begitu realitanya...”
Fath membungkukkan badanya, menopangkan tanganya di lutut dan menutup wajahnya dengan telapak tangan. Masih menangis. Mungkin tidak pantas dipandang, dan mengagetkan jika melihat lelaki yang selalu Nampak tegar seperti Fath bisa lumpuh seketika mendengar ada perempuan menyimpan rasa padanya sebegitu lama, 9 tahun.
Hening. Yul tak bisa bicara apa-apa melihat Fath yang hanyut dalam dukanya, merasa kehilangan Al. Dan Al sekarang menghilang, tidak ada yang tahu keberadaan Al. Tak satupun dari mereka, juga teman-temannya.
***
4 hari setelah tragedy tangisan di teras rumah Yul, Fath datang kembali. Mencari Yul. Sejam yang lalu dia menerima pesan singkat dari Ind, teman akrab Al semasa kuliah. Dalam pesanya, Ind mengatakan bahwa Al sekarang di kampung halamanya, dia sedang dirawat di rumah sakit. Tapi Ind tidak menyebutkan penyakit apa yang diderita Al. Sontak Fath kaget membaca pesan itu, pulang dari tempat kerja, Fath menuju rumah Yul bermaksud mengabari Yul perihal Al.
“Kalo kita kesana gimana, Yul?” Fath bermaksud mengajak Yul mengunjungi Al di kotanya.
“Aku pikir emang sebaiknya gitu, Fath.” Yul setuju.
Hari itu juga mereka berangkat menuju kota tempat tinggal Al. Perjalanan ditempuh kurang lebih sekitar 3 jam dari kota tempat keduanya tinggal. Menjelang senja mereka memasuki kota. Berbekal informasi dari teman Al tentang rumah sakit tempat Al dirawat, mereka mengelilingi kota yang tak begitu asing bagi mereka, kota kelahiran Al. Dan mereka pun menemukan rumah sakit tempat Al dirawat. Setelah melewati beberapa lorong akhirnya mereka menemukan ruangan tempat Al dirawat. Tepat di depan kamar, ada seorang perempuan sebaya mereka, duduk termangu di kursi teras kamar. Itu Ind, teman akrab Al.
“Permisi, Mbak...” Sapa Fath.
Perempuan itu terhenyak dari lamunannya, sadar. Dan ia langsung berdiri manyambut kedatangan Fath dan Yul. Dia tahu, Itu Fath. Seperti yang sering digambarkan Al padanya, hitam manis, bermata tajam.
“Fath ya?” Ind memastikan.
“Oh iya, saya Fath.” Mereka pun bersalaman, saling mengenalkan diri. Begitu pula dengan Yul.
Fath dan Yul tak langsung masuk ke kamar, mereka berbincang sejenak dengan Ind.
“Baru semalam aku sampai disini, niatku pengen kasih kejutan buat Al. Nggak taunya, malah aku yang terkejut...” Ind membuka ceritanya, dia kemudian menceritakan sedikit hal tentang yang terjadi sebenarnya. Kenapa Al menghilang tiba-tiba dari beberapa teman lamanya.
“Jadiii.... itu sebab Al menghilang dari kami, Mbak?” Fath belum percaya.
“Kita boleh lihat Al kan?” Tanya Yul.
“Oh iya, silakan, ada Ibu Al di dalam.” Ind kemudian membukakan pintu kamar untuk Fath dan Yul.
Di dalam, Al terbujur lemah di ranjang, badanya kurus, matanya tertutup. Di sampingnya, Ibunya duduk dengan Al-Qur’an di tangan. Membacakan Ayat suci untuk anak semata wayangnya, Al. Menyadari kedatangan Fath dan Al, sang ibu kemudian menghentikan kegiatanya dan menyambut Fath dan Yul. Mereka berdua pun kemudian menyalami Ibu Al. Ini kedua kalinya Yul bertemu Ibu Al, tapi bagi Fath ini pertama kalinya. Sedikit berbasa-basi, Ibu ini Nampak sangat tegar menghadapi ujian ini. Fath dan Yul menghampiri ranjang Al. Mereka menatap sahabat karibnya ini dalam-dalam. Sedih.
“Al cuma tidur, tadi habis minum obat. Insyaallah, lusa Al menjalani operasi...”
“Lusa tante?” Fath memastikan.
“Iya, Nak Fath. Yah semoga operasinya lancar ya, dan Al sehat kembali. Doakan ya nak...” pinta Ibu Al.
“Iya Tante, kami harap juga begitu.” Tandas Yul.
“Yah, kalian kan teman dekatnya Al, pasti Al juga sudah cerita tentang sakitnya pada kalian. Kalian pasti tahu kan bagaimana kebiasaan Al waktu kuliah dulu? Bandel kalau disuruh jaga kondisi badan, keluar-masuk rumah sakit dengan kasus yang itu-itu saja, pasti masalah pencernaan. Yang infeksi lambung lah, infeksi usus. Rasanya tiap semester pasti Al masuk rumah sakit karna itu. Tante sampai mau pindahin kuliah Al ke dekat-dekat sini saja, biar dekat dengan tante, biar ada yang mengontrol, biar Al gak sembarangan. Tapi Al tetap bertahan disana, sampai dia lulus, dan keinginannya untuk mengajar di sekolah kejuruan tercapai. Tante senang sekali, Al kembali ke kota ini, berkumpul sama tante lagi. Tapii... malah begini yang terjadi, padahal kebiasaan buruknya sudah berkurang karna dibawah pengawasan om sama tante. Tapi ternyata sekarang justru kanker yang menyerangnya....” ibu Al bercerita panjang lebar mengenai putri satu-satunya itu. Beliau membelai rambut Al, menatapnya tegar. Fath tercengang melihatnya, di benaknya berkelebatan bayangan-bayangan 5 tahun lalu, dimana saat dia menjalin hubungan dengan Al. Al tidak membalas pesanya sama sekali, menghilang begitu saja, dan dia mulai kesal pada Al. Tanpa dia tahu ternyata Al sedang sakit dan dirawat di rumah sakit kala itu. Betapa menyesalnya dia menyalahkan Al yang menghilang begitu saja tanpa kabar.
Setelah bercerita, Ibu Al pergi keluar kamar bersama Ind. Kini tinggal Fath dan Yul yang bersama Al dikamar. Yul menangis melihat sahabat kentalnya kini terbaring lemah di ranjang, pucat. Terakhir kali mereka bertemu tahun lalu, di pernikahan salah satu teman mereka, waktu itu Al baru saja diwisuda, dia Nampak sehat dan ceria sekali. Setelah itu Al kembali ke kotanya, bekerja sebagai guru di sekolah keguruan, selama itu mereka masih saling berhubungan, entah lewat sms, telepon, jejaring sosial. Hingga sampai akhirnya sebulan yang lalu, semua akun jejaring sosial Al telah tidak aktif, no.ponselnya pun diganti, tidak bisa dihubungi, Yul kehilangan kontak dengan Al. Dan ternyata ini yang terjadi pada Al. Yul tidak bisa berkata apa-apa, takut tangisanya terdengar Al yang sedang tidur, akhirnya dia keluar. Meninggalkan Fath dan Al berdua.
Hening, Fath termenung memandangi keadaan Al. Ia mencoba berbicara lirik kepada Al yang sedang tidur, entah Al bisa mendengarnya atau tidak.
“Al... “
Fath memanggil Al lirih. Al tak bergerak.
“Al... kenapa sih kamu sediam itu? Apa aku terlalu menakutkan buat kamu? Sampai kamu diam sebegitu lamanya, harus nunggu sampai aku yang mulai...” Fath mengungkit masa lalu.
“Al, aku heran sama kamu, kamu kuat banget diem segitu lamanya, falling in love in silent. Kamu tuh lucu tau nggak, 4 tahun diem gak berkutik sama sekali, untung aku punya rasa yang sama kaya kamu, jadi aku yang mulai buka perasaan, kalo nggak? Gimana jadinya ya, Al? Apa kamu bakal diem selamanya? Al... Al... status kita emang udah berakhir dari 5 tahun lalu, tapi tau nggak Al? Perasaanku nggak lho, masih ada sampai sekarang. Klasik ya Al, ngapain aku ngomong ini ke kamu? Hiperbol. Tapi biarin deh, sekali-sekali hidup juga boleh disetting kaya film, dramatis.”
Kemudian hening. Al masih diam tak bergerak, tapi hembusan nafasnya terasa. Fath memberanikan diri memegang tangan Al.
“Sekarang, kamu gak bisa lari lagi Al. Yul udah cerita semua tentang kamu... semuanya. Dan itu kejutan buat aku. Kemanapun kamu menghilang, kamu kabur, aku pasti bisa nemuin kamu Al. Jangan ngilang lagi ya... janji sama aku ya Al, setelah kamu operasi, kamu pulih, dan kamu sehat lagi, kamu nggak akan diem kaya yang dulu-dulu. Bilang Al, bilang apa yang kamu rasain. Ya Al? Kamu mau kan?” Fath menggenggam tangan Al makin erat. Sekuat-kuatnya Fath menahan diri untuk tidak menangis, akirnya dia tumbang juga. Fath terisak, di hadapan perempuan yang diam-diam masih ia harapkan untuk mengisi ruang hatinya kembali.
Fath mencoba melepas genggamanya di tangan Al, tapi sontak ia terkejut, tangan kurus itu yang kini menggeggamnya, menahan tangannya untuk tidak terlepas. Al terbangun, matanya terbuka, pipinya telah basah oleh air mata.
“Al...” Fath terkejut, haru melihat Al.
“Fath...” Al terisak. Suaranya lemah.
“Kamu bangun, Al?”
Al tersenyum. Pucat.
“Aku denger, Fath....” kata Al lemah.
“Jadi, kamu tadi...”
Al mengangguk, kemudian tersenyum. Senyumnya masih sama dengan senyum yang dilihat Fath setahun lalu.
“Iya, aku denger semuanya, semua yang kamu bilang barusan, Fath.”
Fath pun tersenyum.
“Maafin aku ya, Fath...”
“Nggak ada yang perlu dimintakan maaf, Al...”
“Tapii...”
“Heemh... ya mungkin akhir yang kita hadapi kemarin nggak sesuai harapan. Tapi, sekarang semua udah jelas kan? Kita bisa memulainya lagi Al, kita masih punya waktu untuk membuat akhir yang lebih baik, ya kan Al?”
Al mengangguk mantap. Senyum yang dirindukan Fath selama ini bisa dia lihat lagi.
***
Satu bulan pasca operasi. Al masih harus menjalani bermacam terapi dan masih harus check up kerumah sakit beberapa kali. Kondisinya sudah mulai membaik, meski belum bisa dikatakan sehat. Setidaknya dia sudah tidak lagi menghabiskan waktunya di ranjang rumah sakit. Dan kini, ada Fath yang tiap akhir minggu mengunjunginya, menemaninya menjalani terapi, menemaninya jalan-jalan, motivator baru untuk Al. Terkadang Yul juga ikut datang bersama Fath, namun tidak setiap minggu seperti Fath. Ayah dan Ibu Al sangat terbantu dengan kehadiran Fath. Calon anak laki-laki mereka.


The Man who Loves Sheila

Malem itu hujan, gak deres sih, yaaa bisa dikategorikan standard. Aku lagi di kamar, ngutak atik tamtam ditemeni nita yang senyam senyum sendiri baca manusia setengah salmonya Raditya Dika. Hape bergetar *fyi, aku jarang banget aktifin hp pake ringtone, selalu dimana pun berada pasti aku silent* ada sms, dari temenku, sebut saja Ayud. Kmarin pas aku pulkam, ayud pesen makanan khas dari kotaku, kota asal ibunya. Pacitan. Nah pas siangnya aku bilang kalo salenya nunggu buat dia ambil ke kosan. Dan yaa, dia bakal ambil ntar ntar an gitu.
Dan ya, saat asik ngobrol-ngobrol sama nita, ada sms masuk, dari ayud. Dia bilang, dia meluncur ke kosanku. What?! Ujan-ujan begini? Yakin? Padahal ujanya bukan sekedar gerimis lho, meski gak deres, tapi kalo naik motor dari kontrakanya ke kosanku tanpa mantel pasti basah kuyup ini. Tapi... tak lama kemudian... ada sms masuk “hoe, mbak... sudah nok depan” itu bunyi sms ayud. Beeeh ni bocah, beneran. Dan aku oun meluncur ke halaman kosan dengan kantong berisi makanan di tangan kananku, khusus untuk Ayud, free. Haha.
Dan bener, sampe di depan warungnya buk kost, ada Ayud disana, berdiri menggigil, jaketnya basah. Ndlohookk, uda tau ujan begini, Cuma pake helm sama jaket doank, celananya pendek pula. Kebal loe? Transaksi berjalan. Beberapa waktu lalu aku minta soft copy j dorama yang didownload Ayud, dan malem itu dia bawain tuh filenya. Jreng! Aku kasih oleh-olehnya ke Ayud, dan Ayud ngasih flash disk ke aku.  Transaksi pun berakhir. Ayud bilang dia mau ke kampus, ngurusin KRS online. Gilaaa... badan basah kuyup begitu lho. Dassar cowok. Kuat ya?
***
Hemh, Ayud.
Aku kenal tuh bocah semenjak awal-awal kuliah, semester 2 mungkin. Lupa tepatnya kapan. Yang aku inget, waktu itu ada sms dari nomor gak dikenal, isinya sms nasehat-nasehat gitu kalo gak salah. Waktu itu liburan semester, aku lagi di kampung halaman. Dan aku yang waktu itu masih ababil, mau aja nanggepin sms kaya begitu, aku bales aja. Dan tau apa jawabanya? Seingetku alesanya itu salah orang, kalo gak salah kirim, pokoknya kalo dipikir ya gak penting. Kaya anak-anak abg pada umumnya yg pengen nyari kenalan gitu. Dan aku lupa gimana selanjutnya, yang jelas usut punya usut ternyata Ayud itu temen SMA nya temen kuliahku, dia dapet nomor hp ku dari dia. Dan kita ngobrol-ngobrol, smsan, facebookan, gitu-gitu lah. Berteman intinya. Setelah kenal, ya akirnya aku tau, Ayud punya darah Pacitan. Ibunya asli Pacitan, Lorok tepatnya. Jadi keluarganya banyak yang di Pacitan, dia juga pasti mudik ke Pacitan setahun sekali. Dari sms dan facebook, kita jadi tahu, kita ini SheilaGank, ya, kita penggemarnya Sheila on 7. Dan dari dorama Boku Dake No Madonna, aku jadi tahu, Ayud doyan nonton Dorama. Begitu pula aku. Aku penggemar Dorama. Kita sering smsan, tapi jangan bayangin kita smsan kaya abg-abg labil sama temen smsanya lho. Kita sharing sesuatu. Banyak hal, dari yang masalah harian, sampe masalah hati. Seru. Aku nyambung sama Ayud. Sampe sekarang. Pertama ketemu Ayud juga gak kaya kisah-kisah pada umumnya. Gak ada janjian, gak ada rencana, waktu itu aku bawa banyak oleh-oleh dari rumah. Dan aku tawarin ke Ayud. Kita deal. Dia ambil ke kosan, itu pertemuan pertamaku sama Ayud. Sampe sekarang, kayanya juga gak pernah ada tuh acara ketemu-ketemu yang direncanakan. Sampe sekarang kita ketemunya juga kalo ada perlu, ngasih oleh-oleh ato apa gitu.
Aku blajar banyak dari Ayud. Secara gak langsung. Dari sms-smsnya, status-statusnya di facebook, tulisan-tulisanya di facebook. Ayud itu... gimana ya? Mempesona lah. Menurutku dia punya sesuatu. Sering dia memikirkan hal yang beda, diluar pemikiranku. Tampil beda. Dia teman sharing yang baik, teman cerita yang asik. Semua yg dia bilang, aku rasa bisa diterima dengan baik. Simple. Dia gak neko-neko. Keinginan-keinginanya sederhana. Tapi bermakna. Well, aku bukan teman akrabnya, bukan sahabat kentalnya, kenal Ayud juga sekedar kaya begini. Aku bisa dibilang gak ngerti gimana Ayud. Tapi Ayud uda bikin hidupku beda. Selama mengenalnya, aku perhatiin Ayud itu sangat-sangat menghargai perempuan. Dia baik ke siapa aja. Ayud bukan cowok tipe-tipe ‘pacaran’ tapi dia amat mengerti cewek. Easy going, kritis, objective. Dan tentu saja dia punya sisi gila seorang cowok. That’s Ayud. Dua kata khusus untuk Ayud: Baik Hati.

From Papuma with Stories

Saturday, February 4th 2012
hei, This is the man of the day
Isnani, the leader of KPMP Goes to School 2012

and you know what?? there is something between I'is and Maniz puus... watch it out...
it seems that there is something have disturbed his mind, he is in "Galau" :D
 hey! look at this, there is a provocator... oh, it must be danger...
but, it doesn't mind. everything's is ok... it must be happy ending... :)



*note:
pembaca dilarang berprasangka yang macam-macam, apabila ada kesamaan nama, karakter, wajah, baju, penampilan, percayalah... ini hanya trik belaka.

Tanjung Papuma with Little Part of KPMP

Jumat malem...
Dapet sms dari Agung, salah satu member KPMP.
“Pembubaran panitia sosialisasi dilaksanakan hri sabtu di papuma
Kumpul ndik jawa 2 kose maz nani jam 8.30
Konfirmasi kedatangan + yg bisa bawa motor”
Jebret! Besok donk? Aku mastiin lagi, aku Tanya apa sabtu besok? Agung jawab Iya.
Tanpa mikir panjang aku iyain aja tuh undangan. Tanpa mikir, bareng siapa besok? Yang dateng siapa aja juga gak tau. Mikir mikir mikir, bareng siapa ya? Kayanya banyak yang belum balik deh, udah gitu anak-anak 2009 sekarang gak seeksis dulu, paling cuma itu mulu yang dateng. Aku salah satu yang males dateng ke acara-acara itu, haha. Sorry for that. Ting! Aha! Kenapa gak coba sms bebrapa aja? Oke, habis itu yang pertama aku sms si Agung, yang ngirim sms barusan. Kebetulan kosanku sama kosanya Agung gak jauh, searah lah. Teretetetettetet... pesan terkirim, intinya besok aku mau nebeng dia buat ke papuma itu. Dibales. Yes! Agung kosongan, aku bisa nebeng dia. Alhamdulillah. Rejeki. Haha. Oke mamen, see you besok.

Sabtu, 4 Februari 2012
Pagi-pagi habis subuh ke TI sama Nita buat ngecek siakad, pulang dari sono ke Jawa beli sarapan, habis itu ke pom, isi bensin, mampir swalayan bentar beli snack buat bekal ke papuma. Pulang, bersih-bersih, siap-siap dan Yeah! I’m ready to go.
Sekitar  jam setengah Sembilan, Agung jemput. Seperti kesepakatan, kita kumpul di kosanya Isnani di jawa 2. Meluncur lah kita kesana, sampe sana. Lho? Sepi, gerbangnya tutup, gak ada tanda-tanda si empunya kosan ada. Dan kita pun memutuskan ke kosan cewe di sebelahnya, yang notabene itu kosanya Alris, Nana, sama Rahme. Oke, aku masuk, nyariin Alris. Dan tarraaaa... Alris gak bisa ikut, dia ada acara kampus. Ternyata Nana juga begitu, dia jadi panitia ospek. Dan Rahme malah belum balik ke Jember. Oh maii... oke, personel 2009 berkurang 3 orang. Aku dan Agung balik ke kosanya Isnani, orangnya bru pulang dari sekret reog ternyataa, semalem habis tanggapan katanya. Kita pun masuk, sementara I’is siap-siap, aku dan Agung nunggu di gazebo di halaman. Gak lama, Agung pergi katanya mau jemput Zia ke depan. Well, dan saya pun ditinggal sendiri di gazebo di halaman sebuah kost putra, ya ampuuunnn... apa-apaan ini? Cewe, pake jilbab, wajah hahok, sendirian sibuk sama hp, sementara banyak penghuni kosan sliweran kluar masuk. Lamaaa... sampe akirnya I’is kluar dan menyadari kalo aku tercampakan sendiri  di gazebo. Alhamdulillah, akirnya ada temen ngobrol. Yaaa meskipun aku ini bukan orang yang pinter diajak ngbrol. Lama banget nungguin yang lainya, pada kemana sih? Jadi apa nggak?
Singkat cerita, satu persatu pasukan datang, mulai dari Angga, si kepala sukunya kpmp, Zia, Ana, Fika, Oky, Utin, Maniz, Vera, Tina. Yang lainya mana? Yakin Cuma ini doank? Personel 2009 yang lain pada kemana? Masa Cuma aku, Angga, sama Agung? Selain itu 2010 sama 2011 semua? Oh maiii... ini ceritanya aku momong donk? Haha angkatan tertua di pasukan hari ini. Dan ya udah, deal, jam 10 akirnya kita baru berangkat dari Jember. Ber 12, naik motor, boncengan. Aku sama Agung, Angga sama Zia, I’is sama Vera, Oky sama Tina, Ana sama Fika, Maniz sama Utin. Meluncuuurr... Alhamdulillah cuaca hari ini mendukung.
Motor melaju pelan, gak ngebut. Nyantai lah. Kita ambil jalur mangli ke kanan, gak lewat kebonsari. Sampai di sekitar Ajung, ada razia, sempet ada pergantian formasi boncengan. Tapi semua aman. Lanjut perjalanan dapet beberapa meter katanya ban motornya salah satu personel bocor, kita pun nungguin di depan pom bensin di daerah Jenggawah kalo gak salah. Gak lama kita nunggu, ternyata orangnya dateng. Motornya gak jadi bocor, Cuma kempes ternyata. Haha. Dan perjalanan pun berlanjut.
 Jalan.... dan yap! Kami sampai di papuma. Yeaaaaahh! Papumaaa, aku datang lagi. Berapa kalipun ke pantai ini, pesonanya gak pernah ilang, gak pernah bosen. Ya secara Cuma ini doank icon nya Jember. Dateng sama siapa aja pasti gak ada matinya. Dulu pernah dateng kesini sama KPMP juga, waktu itu masih banyak yang ikut serta, dan kali ini sama KPMP juga, tapi Cuma ber12. Orang-orangnya juga beda jauh. Singkat cerita, sampe sana kita menuju ke salah satu warung, pesen es degan dan ngeluarin logistik yang dibawa. Acara inti pun dimulai, laporan pertanggungjawaban dari masing-masing perwakilan, soal sosialisasi kemarin. Dan panitia sosialisasi pun dibubarkan.   
Abis itu, saatnya beraksi, jalan-jalan ke sekitar pantai. Pertama, acara kita naik ke siti inggil, itu bukit di pinggir pantai, dari atas kita bisa liat pemandangan papuma, keren banget. Dan yaaaa... seperti sudah jadi kebiasaan, sudah menjadi hal wajib, foto-foto! Hahahah ini agenda wajib, tanpa dikomando, semua ngluarin senjata masing-masing, perang foto dimulaaii. Salah sendiri pemandangan disini bagus banget. Fyi, tema hari ini tuh galau. Lakon utamanya ketua kita, Angga. Pas baru dateng, Angga kepergok nemuin mawar di jok motornya. Nah loh... dari siapa tuh, menurut info sih dari mantanya. Gak tau mantan yang mana, Setauku Angga kemarin pacaran sama Eva, sesama orang KPMP juga. Sumpah kaya FTV, langsung dia remes-remes tuh mawar dan ia buang ke laut, kaya larung gitu ceritanya. Dan ternyata masih kesisa batang mawar sama plastic pembungkusnya. Itu dibawa ke atas bukit. Dan tau apa yang terjadi. Angga lempar itu ke laut lepas dibawah bukit. Wow! Keren jek, kaya adegan di film-film. Buang sial itu, buang kenangan, mau lupain masa lalu, haha. Dan habis itu sempet ada drama pula, eh apa teater nyasar ya? Tapi lebih mirip konferensi pers deh, iya, klarifikasi Angga soal hubunganya sama sang mantan itu ke Ana. Gak tau mantan yang mana, gak tau juga apa hubunganya sama Ana. Haha. That’s none of my business. Saya Cuma jadi penggembira saja, eh apa jadi pemirsa ya?

Puas main-main di atas, kita mutusin untuk turun. Dan ke pantaiii... belum afdol kan kalo ke pantai gak main air?? So, kita langsung menghambur ke pesisir, nyemplung ke air. Ciprat sana-ciprat sini, lari sana-lari sini kejar-kejaran ombak, kaya anak kecil, eh gak ding, kaya adegan-adegan di drama, atau video klip, ato apa lah yang ada di tv.  Dan ternyata hari sudah siang, waktu duhur datang. Kita mengakhiri permainan kita di pantai, haha. Saatnya shalat. Kita pun menuju ujung pesisir, ke mushola buat shalat. Sebagian yang gak shalat ngobrol di halaman mushola. Kita nyantai aja, toh juga gak ujan ini, langit masih cerah. Tapi berhubung kliatanya uda pada capek, kita pun memutuskan untuk pulang. Keluar dari area pantai, kita langsung dihadapkan dengan jalan yang menanjak, tanjakanya amat menantang. Dan weerrrr.... sampai di puncaknya, bres! Ujan turun dengan derasnya, gak main-main ujanya, deres parah. Kita sempet bingung, antara balik dan nerusin perjalanan, soalnya tanjakkanya belum habis, habis itu kita masih harus ngelewati turunan yang gak kalah menantang, curam. Baru dalam hitungan detik, kita semua udah basah kuyup. Luar dalem. Tapi kita mutusin untuk lanjut, akirnya jalan serem pun berhasil dilewati, dan kita mutusin untuk berhenti di pos jaga di pintu tiket masuk ke pantai, kita berteduh disitu. Yang bikin mangkel adalah, hujan. Hujanya reseh, ngajak bercanda, pas kita sampe di tempat itu, dengan tanpa kompromi ujanya berhenti gitu aja jek! Gimana gak gemes kita. Dan ya! Ada halang rintang lagi, ban motornya utin bocor meennn... akirnya utin ke tukang tambal ban gak jauh dari situ, dan kita-kita tetep di tempat nungguin Utin. Lama, ya namanya nambal ban. Sampe akirnya hujan datang lagi, dengan keadaan basah kuyup, kita mulai kedinginan, menggigil, saking dinginya. Hujanya gak berhenti, malah awet. Awanya juga mengindikasikan kalau hujanya bakal awet sampe nanti. Gak deres sih, tapi juga gak gerimis. Tapi tetep aja namanya hujan. Dan kita memutuskan untuk go! Meski ujan gak berhenti. Ya mau gimana lagi, udah basah ini, sekalian aja hujan-hujanan, begitu pikiran kami waktu itu, dengan harapan kita baik-baik aja sampe rumah. Ya, kita menerjang hujan. Dingin? Pasti. Menggigil, kaku, mengkerut, pucet. Hujan terus mengguyur sampe akirnya kita sampai di daerah Ambulu, itu pun udah ujung, deket sama Jenggawah. Hujan baru reda, yaa bisa dibilang berhenti lah daripada tadi. Tapi tetep aja dingin, lha baju basah semua begini, mana motoran lagi, anginya kerasa donk. Dan di musim hujan ini, baru kali ini aku ngarsain hujan-hujanan seekstrem itu, naik motor kehujanan tanpa mantel, selama itu. Amazing. Kok tumben aku kuat ya? Hemh, Alhamdulillah deh ya.
Kita pun uda pada mencar sendiri-sendiri di jalan, aku sendiri sama agung diikuti Angga dan Zia masuk wilayah kota sekitar jam 5 lebih seperempatan lah, Agung jalanin motornya kearah Jawa, padahal kosan kita di Kalimantan. Di pinggir jalan, Agung minta tasnya yang dibawa Zia, habis itu kita pisah di pinggir jalan. Angga nganter Zia ke kosanya Ana. Dan aku pulang sama Agung. Agung bukanya balik kea rah DPR, malah bablas kea rah Bangka, muter. Ke Bangka, Belitung, dan tembus ke Riau. Sampe di mastrip, bress! Ujan turun deres lagi. Oh maii... apa-apaan ini? Kalo gak pake muter, mungkin kita uda nyampe kosan. Lha ini, malah nglayap ujan-ujanan sampe mastrip. Pas sampe di bundaran masrtrip, Agung bukanya belok kiri kearah Kalimantan, tapi malah lurus, kearah bhayangkara, what is mean? Dan hujan masih turun deras, apa-apaan nih bocah? Sampe di lampu merah pertigaan deket jembatan kita belok kiri, aku masih gak ngerti mau dibawa kemana sama nih bocah. Ujan mulai reda waktu kita nyampe di lampu merah RS PTP, kita belok kiri. Yeaaa... pulang. Jangan sampe ntar diputer-puterin lagi ya. Dan Agung pun mengarahkan motornya ke Kalimantan, dan belok di sebelah KPRI, masuk gang dan sampailah di kosanku. Alhamdulillah... aku sampe dikosan dengan utuh. Kita say goodbye, dan Agung bablas ke kosanya yang gak jauh dari tempatku.
Well, thanks a lot for that day, rek. Pengalaman berharga nih. See ya on the next trip. ^^

keping 1

Hari sudah sore, tapi suasana di sebuah sekolah menengah atas masih terlihat agak ramai. Serombongan manusia berbusana abu-abu dan putih keluar dari sebuah kelas, dari warna dan tulisan badge yang mereka terpasang rapi di seragam yang mereka kenakan bisa dipastikan mereka adalah siswa-siswi kelas XII, yang bulan depan akan menghadapi Ujian Akhir Nasional. Tawa khas anak muda yang menjelang dewasa terlihat tetap indah sore itu meski tak dapat dipungkiri nampak jelas siluet kelelahan di wajah-wajah mereka. Seperti yang terpancar dari wajah sesosok gadis yang berdiri di samping gerbang sekolah itu, lelah, tapi sebisa mungkin dia tetap menyimpulkan senyumnya pada setiap orang yang lalu lalang di depannya, teman-teman yang menyapanya.
“Nunggu jemputan ya?” Seorang lelaki yang berpakaian serupa dengannya datang menyapa, membuyarkan lamunannya tiba-tiba.
“Oh, eh, i... iya” Jawabnya sedikit terbata-bata karena kaget.
“Em... kalo gitu aku duluan ya, asalamu’alaikum.” Kata si lelaki berpamitan dengan santunnya, sembari meneruskan langkahnya menuju halte di seberang jalan itu.
“Oh, wa’alaikumsalam Zakky.” Balas si gadis tak kalah santun.
Lelaki belasan tahun yang disapa Zakky itu telah sampai di halte depan sekolah, menunggu bus yang akan mengantarkannya kembali ke rumahnya. Sementara di seberangnya, si gadis masih berdiri terpaku di samping gerbang sekolah, menunggu jemputan datang. Bus yang ditunggu Zakky datang, dia pun segera masuk ke dalamnya, dan mengambil tempat duduk di sisi kiri bus dekat jendela. Segera ia membuka jendela bus lebar-lebar, berteriak ke arah si gadis.
“Radhiya... aku duluan yaa...!!!” Teriaknya dari dalam bus sambil melambaikan tangan ke arah si gadis yang diketahui bernama Radhiya.
Radhiya kembali dikagetkan oleh suara Zakky, dia hanya mengangguk dan tersenyum ramah menanggapi lambaian Zakky dari dalam bus tadi. Bus yang ditumpangi Zakky mulai melaju, mata Radhiya tak henti menatap bus itu hingga hilang di kejauhan. Tanpa disadari, seorang perempuan sebayanya telah bertengger termangu di atas motor maticnya di samping Radhiya. Dia Karin, teman akrab Radhiya semenjak kelas X.
“Woy!!!” Karin menepuk pundak Radhiya, menyadarkan lamunan kawannya.
“Eh! Iya!”
“Ngeliatin apa sih? Serius amat?”
“Bukan apa-apa...”
“Ah, gak yakin nih...”
“Beneran kok...”
“Siapa sih?”
“Siapa apanya?”
“Kok balik nanya sih nih bocah”
“...” Radhiya terdiam.
“Zakky??”
“Hah?!” Radhiya terperangah mendengar apa yang baru saja diucapkan temannya itu.
“Naah... Bener kan? Bisa ditebak lagi Rad... ckckckkckk.” Goda Karin.
“Apa sih?” Radhiya tersipu.
Karin hanya geleng-geleng kepala melihat ekspresi Radhiya. Sambil tertawa kecil.
“Ya udah, pulang yuk Rad.” Ajak Karin kemudian.
“Aku kan dijemput Ibuku Rin, kamu duluan aja.”
“Aku anterin aja deh, yuk...”
“Ya jangan, ntar ibuku gimana?”
“Yaa...”
“Nah itu Ibuku dateng.” Kata Radhiya sambil menunjuk ke arah ibunya datang.
Motor yang dikendarai Ibu Radhiya berhenti tepat di depan Radhiya dan Karin.
“Ayo Dik, Ibu buru-buru ini, habis ini Ibu harus ke rumah Bu Lina.” Ajak Ibu Radhiya.
“Kebetulan.” Potong Karin tiba-tiba.
“Apanya yang kebetulan Dik Karin?” Tanya Ibu Radhiya tak paham.
“Biar saya yang antar Radhiya pulang Bu, Panjenengan lansung menemui Bu Lina saja.” Karin memberi saran. Sepertinya ide yang cukup bagus.
“Oh, apa ndak ngrepoti tho Dik Karin?” Sepertinya Ibunda Radhiya setuju.
“Iya Rin...”
“Ndak apa-apa Bu, kan sudah lama saya ndak ngantar Radhiya pulang.”
“Beneran ndak apa-apa?” Ibu Radhiya memastikan.
“Iya Bu, ndak apa-apa. Dijamin aman. Hehee...” Kata Karin meyakinkan.
“Ya sudah kalau gitu, Ibu pergi dulu ya. Makasih lho Dik Karin.” Ibu Radhiya berterimakasih.
“Iya sama-sama Bu...” Balas Karin santun.
“Ibu pergi dulu, hati-hati lho ya, Asalamu’alaikum.” Ibu Radhiya berpamitan.
“Wa’alaikumsalam...” Jawab Radhiya dan Karin bersamaan.
Ibunda Radhiya telah menghilang di kejauhan.
“Ya udah, pulang yuk Rin...” Ajak Radhiya.
“Temenin aku dulu bisa nggak Rad?”
“Kemana?”
“Makan, yuk...”
“Hmm... ide bagus. Tahu aja kamu kalo aku juga laper.” Radhiya setuju.
Mereka berdua pun segera meluncur ke sebuah restorant fastfood lokal yang tak jauh dari sekolah mereka. Sembari menyantap makan sore, mereka mengobrol banyak hal.
“Rin...” Panggil Radhiya tiba-tiba, suaranya tercekat, sepertinya ada suatu hal serius yang ingin dikatakannya.
“Kenapa Rad?” Karin membaca tanda-tanda tak biasa dari sahabatnya itu.
“Hmmm...” Radhiya masih ragu.
“Kenapa sih?”
“Zakky...” Nama Zakky terlontar lirih dari mulut Radhiya.
Karin tercekat, berhenti mengunyah makanan di mulutnya.
“Barusan kamu ngomong apa Radh?”
“...” Radhiya tersipu.
“Zakky? Kamu beneran?”
Radhiya hanya mengangguk. Pertanda meng-iya-kan pertanyaan Karin.
“Ya ampuuun Radh... sejak kapan?”
“Udah lama Rin. Sebenernya waktu pertama kita kenal yang namanya Zakky itu...”
“Apa?!? Hampir tiga tahun lalu?” Karin memotong pembicaraan Radhiya.
Radhiya mengangguk.
“Kok bisa sih Radh? Temen-temen yang lain pada tahu nggak soal ini?”
Kini Radhiya menggeleng.
“Jadi...”
“Jadi ya baru kamu yang tahu kalau aku suka sama Zakky.”
“Wow! Good girl, salut Radh...”
“Apa Rin?”
“Tiga tahun... hampir tiga tahun...”
“Apanya?”
“Ya kamu itu.”
“Maksudnya?”
“Falling in love in silent...”
“Hah?” Radhiya mengernyit.
“Jatuh cinta diam-diam ke Zakky.”
Radhiya tersipu. Diantara teman-teman akrabnya selama ini, memang Radhiya yang selalu tertutup. Jarang sekali mengekspresikan isi hatinya. Tapi Radhiya pula lah yang paling mengerti teman-temannya.
“Jadi gimana nih?” Tanya Karin tiba-tiba. Piring dan gelasnya telah kosong.
“Gimana apanya?”
“Perlu bantuan buat ngungkapin perasaan?” Karin mengedipkan matanya. Menggoda.
“Siapa yang mau ngungkapin?”
“Aku.”
“Eh, eh, eh! Jangan bilang kalo kamu mau bilang ke Zakky...”
“Emang iya... hahaa....” Goda Karin. Radhiya mulai cemas.
“Heh! Jangan gila kamu Rin...”
“Biarin, pokoknya aku mau bilang...” Karin membuat Radhiya bingung, dia pun beranjak dari tempat duduknya, sambil tertawa menakut-nakuti Radhiya.
“Rin, kamu bercanda kan?” Radhiya khawatir.
“Serius lah Radh...”
“Rin... jangan lah...”
“Bodo... hahahaaha....” Tawa Karin meledak.
“Kariiiiiinnnn.....!!!”
.........................................

Hari sabtu, sekolah usai lebih awal. Pukul tiga siang suasana sudah sepi. Namun Radhiya belum pulang. Dia baru selesai belajar kelompok dengan teman-temannya, salah satu agenda wajib dalam rangka mempersiapkan ujian akhir.
Radhiya berdiri mematung di depan papan informasi di samping ruang BK. Matanya terfokus pada sebuah surat edaran yang terpampang di sana. Kop surat itu bertuliskan nama sebuah perguruan tinggi negeri di paling ujung timur pulau jawa, berisi seluk beluk PMDK yang diselenggarakan instansi pendidikan tersebut. Dipandangnya surat itu lekat-lekat. Niatnya sudah bulat, dia akan melanjutkan studinya kesana. Tak peduli apa kata orang yang memandang tempat itu sebelah mata. Ini keputusannya, meski tidak murni keputusannya. Suara langkah kaki yang tegas terdengar semakin jelas menuju kearah Radhiya berdiri. Tepat disamping Radhiya langkah itu berhenti.
“Jadi lanjut ke Jember?” Tanya orang yang menghampiri Radhiya barusan. Itu Zakky.
“Eh!” Radhiya sedikit kaget menyadari Zakky ada di sampingnya.
Darimana dia tahu aku mau kuliah di Jember? . Pikir Radhiya dalam hati.
“Hei.” Zakky tersenyum ramah menoleh kepada Radhiya.
“Iya.”
“Jauh ya?”
“Ya begitulah...”
“Pasti nanti jadi jarang pulang.”
Radhiya sedikit bingung mendengar kalimat yang diucapkan Zakky.
“Kamu mau lanjut kemana?” Malu-malu Radhiya ganti bertanya pada Zakky.
“Aku tetap di kota ini.”
“Oh...” Tak ada tanggapan yang berarti dari Radhiya.
Hening. Tak ada suara diantara mereka berdua.
“Eh, yaudah aku pulang dulu ya? Slamat berjuang.” Akhirnya Zakky buka mulut, mengakhiri pembicaraan.
“Asalamu’alaikum.” Katanya seraya menepuk pundak Radhiya.
“Eh, wa’alaikumsalam.” Radhiya sedikit kikuk.
Zakky menyunggingkan senyum ramahnya sambil berlari meninggalkan Radhiya. Radhiya terpaku, memandang lurus kea rah Zakky pergi, memandangnya, sampai bayangannya lenyap dari kedua mata Radhiya.



                                                                                                                                                                                     

About this blog

happy reading

Total Pageviews

Followers

About Me

Foto Saya
dianpra
Writing for Pleasure
Lihat profil lengkapku

thanks for visiting