There is Something Between You and I


"Day... baca ini deh..." Aku menyodorkan ponselku pada Dayu, sahabatku. Oh bukan, mungkin lebih dari itu. Aku sedang membuka akun twitterku, ada tweet menarik dari akun umum, challenge.
Dayu membacanya dan tertawa. Aku sedikit merasa tersinggung.
"Kok malah ketawa?" Aku protes.
"Apaan sih ini Yas?"
"Baca yang bener donk Day, yang itu..." Aku menunjukkan tweet yg kumaksud pada Dayu.
"Iya, yang ini kan?"
Dibacanya ulang tweet itu dengan lantang.
"Cewe-Cowo sahabatan tanpa ada rasa suka, mungkinkah?" Dayu terdiam. Pandanganya menghambur ke depan.
Aku memandangnya dari samping, menggigit bibir bawahku. Kelu. Dan momen seperti inilah yang selalu menjadi favoritku ketika bersama Dayu. Berdua, Dayu sok serius, tapi lebih terkesan konyol. Karna Dayu bukan tipikal manusia seperti itu.
Sret! Dayu menoleh padaku. Mata elangnya langsung beradu dengan mata bulatku yang sedari tadi memandangnya penuh harap.
"Jadi, lo mau terima challenge kacangan ini?"
Kali ini kulihat Dayu benar-benar serius.
"Ini bukan kacangan Day, uji nyali tauk."
"Heemm... Iya sih."
Dayu terdiam, berfikir.
"Trus, yang mau lo tanyain soal ini siapa Yas?" Tanya Dayu seketika. Jleb. Oh God, aku pikir Dayu udah paham soal ini. Karena cuma dia sahabat cowoku yang paling deket sejagad raya ini, cuma Dayu sahabat cowokku yang paling lama barengan sama aku, dari SD. Ternyata keseriusan Dayu tidak bisa dipercaya begitu saja, seseriusnya Dayu, tetap saja otaknya melenceng.
Aku jengkel. Diam.
"Siapa Yas?" Tanya Dayu lagi.
"Ya elo lah Day."
Dayu mengerutkan keningnya, bingung.
"Kok gue?"
"Ya siapa lagi donk? Temen gue yang paling deket ya cuma elo Day."
"Iya sih."
Kami terdiam lagi.
"Jadi?" Dayu berulah lagi. Tak paham lagi.
Langsung kujawab tanpa basa-basi. Aku ingin semuanya jelas. Apa perasaanku ini murni, atau ada racun2 cinta kepada lawan jenis di dalamnya.
"Apa mungkin kita ituu... Gak mungkin punya rasa lebih?" Kutodong Dayu dengan pertanyaan yang disarankan oleh tweet umum tersebut.
"Jadi maksudnya elo..."
"Jawab dulu Day..."
"Tunggu... Tunggu... Jangan bilang habis gue jawab, trus jawaban gue lo tweet ke tuh akun..."
"Dayu, jawab dulu!"
"Oke, fine, gue jawab Yas. Tapi gue punya syarat."
Apa-apaan Dayu ini? Kenapa ada syarat segala? Apa sulitnya jawab pertanyaan itu? Kalau toh gak ada rasa, simple kan?
"Apa?"
"Ini cuma antara kita berdua, gak usah pake acara tweet2an segala, ini sama aja elo blow up rahasia terbesar elo ke dunia luar Yas." Perkataan Dayu sepertinya berlebihan. Tapi, ada benarnya, toh ini demi kebaikan kita berdua, kenapa orang lain mesti tau?
"Iya deh iya, pegang tuh hp gue, biar gue gak macem-macem." Kataku sembari meletakan ponselku di depan Dayu.
Dayu menghela napas panjang, pandanganya menghambur entah kemana, aku suka Dayu yang seperti ini. Manis.
"Jadii... Apa lo ada rasa ke gue, Yas?" Dayu menoleh padaku, menodongku dengan tatapan elang mautnya.
"Nggak tau Day..." Aku menunduk. Jujur, aku takut dengan pandangan Dayu yang diarahkan padaku itu.
"Elo pernah kepikiran gak Yas, kalo kita bakal punya perasaan lebih satu sama lain?"
"Em... Pernah Day."
"Gimana rasanya?"
"Gue takut Day."
Dayu tersenyum
"Gue takut salah satu dari kita, atau bahkan kita berdua gak bisa nerima perasaan itu, berangkat dari hubungan persahabatan ini, yang uda terlalu baik ini Day..."
"Dan kalau beneran terjadi, elo suka sama gue, gimana Yas?"
"Nggak tau Day..."
"Elo mau gue gimana? Mau gue tau perasaan elo? Trus berharap gue punya rasa yang sama gitu?"
"Mungkin gitu Day... Realistisnya aja lah..."
Dayu berdiri, pindah ke kursi yang berhadapan dengan tempat dudukku.
"Yas, elo tau kan gimana gue?" Dayuuu... Plis, jangan tatap aku kaya gitu, aku takut. Aku terus menunduk, tak berani mengangkat wajah di hadapan Dayu yang seperti ini.
"Yas, elo inget siapa aja yang pernah minta gue buat jadi cowonya selama elo kenal gue?"
"Iya inget, ada banyak."
"Apa elo inget siapa yang gue tolak?"
"Inget."
"Yang gue terima?"
"Eeem... Nggak pernah ada kan Day?"
Ya, selama kamu berteman, Dayu sering menerima proposal cinta dari banyak perempuan. Entah apa pesona Dayu, sampai begitu banyaknya perempuan yang rela menjatuhkan image mereka dengan menyatakan cinta terlebih dahulu pada laki-laki, dan laki-laki itu adalah Dayu. Tapi sampai sekarang, di usia kami yang ke 20, tak ada 1 pun perempuan yang berhasil menaklukan Dayu, semua proposal cinta yang diterima, dia tolak terang-terangan. Dan aku tak pernah tau, siapa yang Dayu cintai, perempuan mana yang menjadi idaman Dayu.
"Good, itu elo tau tentang gue."
"Trus?"
"Trus... Apa elo tau Yas kenapa gue begitu?"
Aku menggeleng. Apa Day? Kenapa?
"Karna elo, Yasaaaa..."
Deg! Apa maksudnya ini?
"Dayu! Apa-apaan sih? Serius donk."
"Elo pikir gue bercanda gitu?"
"Trus apaan donk?"
"Gue takut Yas, kalo gue pacaran, lo gimana? Kalo gue perhatiin elo, pacar gue gimana?"
"Jadi elo pikir selama ini gue gak bisa tanpa elo gitu Day?"
"Maybe, kita terlalu sering saling menggantungkan Yas, lo ngerasa gitu gak sih? Apalagi biasa bareng terus."
Memang iya. Aku tanpa Dayu, lemah. Dayu tanpa aku, kurang lengkap.
"Itu yang bikin gue gak bisa ngelepasin lo, Yas. Sekalipun lo punya pacar. Gue mungkin bakal kaya gini terus."
Dan aku makin tak mengerti, kemana arah pembicaraanku dan Dayu saat ini. Dan kali ini Dayu memalingkan mukanya dariku. Diam.
"Jadi... Gimana kita sekarang?" Aku bingung harus berkata apa.
"Biar kita kaya gini aja ya?" Mata Dayu teduh, bukan lagi mata elang yang tadi.
"Sahabat?" Tanyaku.
"Lebih dari itu."
"Sodara?"
"Ada rasa yang gak biasa."
"Tapi bukan pacar kan?" Aku memastikan.
Dayu menggeleng.
"Kenapa kita kaya gini, Day?"
"Kenapa nggak, Yas? Kalo pacaran ada putus, kenapa kita gak temenan aja, gak pernah ada matinya. Toh kalopun jodoh, juga gak bakal kemana."
Dayu lebih terlihat santai kali ini. Ini Dayu yang biasanya. Dan aku mengerti sedikit demi sedikit sekarang.
"Sampai kapan kita gini?"
Dayu meraih pergelangan tanganku.
"Sampai kita menemukan jalan kita masing-masing, sampai kita memutuskan pilihan hidup kita."
"Kapan itu?"
"Sampai kita bertemu jodoh kita."
Aku tersenyum. Dayu memandangku, dan aku berani melihat tatapanya lagi.
Hari ini, lagi-lagi Dayu yang mengajariku sesuatu.

Sometimes, the best way to stay close to someone you love is by being just a friend... (Yasa&Dayu)

Balikin Hati Gue IV

Diam-diam setelah Adis hilang dari pandangan Maha dan dipastikan masuk ke kelasnya, Maha kembali ke Auditorium, masuk lagi kemudian ia menaiki kursi yang ada di bawah salah satu jendela gedung, mengambil sesuatu yang diletakkan di angin-angin jendela. Sebuah Handycam dalam keadaan on. Semua hal yang terjadi di dalam Auditorium tersebut terekam di dalamnya.
“Ini emang Drama, tapi Aku berharap suatu saat ini bukan sekedar drama, ini bakal jadi kenyataan. Mungkin saat ini Aku bukan orang yang Kamu cintai dan kalo orang yang bakal Kamu cintai adalah suami Kamu kelak, Aku ingin jadi suami Kamu.
***
Dua hari yang lalu…
“Ha, Lo dapet salam lagi dari kelas 1” Reno membuyarkan konsentrasi teman-temannya di Ruang OSIS dengan kabar tersebut.
“Wa’alaikumsalam” Jawab Maha santai.
“Fans baru lagi tuh, laris manis” Wahyu nimbrung.
“Laris sih laris, tapi kapan nih traktiran?” sindir Dana pada Maha yang sampai sekarang masih betah  jadi jomblo.
“Udahlah guys, apa sih enaknya pacaran?” Tanggap Maha santai.
“Makanya, puya cewek donk Lo!” Suruh Reno.
“Emang bisa?” Tanya Maha merendah.
“Ha? Eh, Maha tanya nih bro! Emang bisa? Bisa nggak Bro?” Ledek Wahyu.
“Nggak, Lo nggak bisa Ha, tenang aja.” Tambah Tya.
Maha hanya tersenyum tenang mendengar ocehan anak buahnya.
“Heh, ayam bego juga tahu kalo nggak ada cewek di sekolah ini yang bakal nolak Lo!coba aja.” Nasihat Ardo.
“Nggak semua, paling Cuma beberapa. Gue kan juga manusia” Maha merendah lagi.
“Siapa sih yang nggak mau jadi cewek Ketua OSIS?” Siska nyambung
“Pasti ada” Jawab Maha yakin.
“Berani taruhan, sekali Maha nembak salah satu cewek sekolah ini, pasti diterima.” Kata Reno yakin
“Gue ikut, dijamin Maha diterima.” Wahyu ikut-ikutan.
“Gimana, Guys?” Reno minta pendapat yang lainnya.
“Gue setuju.” Tya bergabung.
“Oke! Gue mau, kalo kalian menang apa taruhannya?” Tantang Maha.
“Lo jadi kacung Kita selama 5 hari.” Balas Reno mewakili teman-temannya.
“Boleh, dan kalo ternyata Gue ditolak, Kalian nggak Gue apa-apain karma pada dasarnya, kalian kan kacung Gue.” Balas Maha tanpa beban.
“Terus Targetnya siapa?” Tanya Tya.
“Semuanya bakal ada di sini.” Maha mengangkat Handycam di sampingnya.
“Cara mainnya?” Wahyu ikut-ikut tak mengerti.
“Kita liat dua hari lagi. ok!” Maha meninggalkan teman-temannya dengan senyum merekah.
“Nabila Adistya…Tunggu Aku!” Batin Maha yakin.

THE END



April 22, 2008             

Balikin Hati Gue III

Dan pagi itu jadi nggak ada indah-indahnya, nggak keren banget, Guys! Mau tahu kenapa pagi yang sebenernya cerah ini jadi suram bagai tanpa temaram buat Gue? Simple aja, semua gara-gara mimpi soal Maha yang nyuri hati Gue semalem. Dan efek tuh mimpi besar banget. Mimpi itu bikin Mug special Gue pecah, bikin pagi cerah jadi gerah, nyebelin deh. Sampe-sampe mau berangkat ke sekolah aja malesnya minta ampun.
Gue emang males banget ke sekolah, tapi kok bisa-bisanya Gue dateng sepagi ini? sepi banget suasananya. Oh God, bel masuk masih sekitar 25 menit lagi. Duh…nganggur donk. Tapi tiba-tiba, Gue dicegat dua sosok Hawa yang penampilannya sama sekali nggak kayak 3P alias Preman, Penodong, Pemalak. Mereka berdua justru pasang muka yang so sweet banget  tapi so maksa juga. Mereka itu sohib deket Gue, personel Trio Becak kelas X.8 tahun lalu. Yep, yep, yep, mereka itu Tya en Riri. Kaget juga ngeliat mereka jam segini udah muncul di sekolahan.
“Pagi, Non…” Sapa Tya
“Kita punya surprise buat Lo” Tambah Riri. Gue heran deh, pada kesambet setan mana sih?
“Ikut Kita yuk…” Nggak pake kompromi, Riri nyeret Gue dengan kekuatan super powernya. Gue yang bengong bin ola-olo dengan begonya nurut aja. Gue diarak ke arah barat sekolah, ke Gedung Setan alias Auditorium, nggak jelas mau diapain.
“Lo berdua mo ngasih surprise apaan? Tumben banget” Gue akhirnya mau buka mulut.
Ada aja” Jawab Riri tanpa dosa
“Sekarang mending Lo masuk ke dalem” Suruh Tya waktu Kita sampe di depan pintu samping Auditorium.
“Ngapain?” Gue nggak ada firasat  apa-apa.
“Lo bakal tahu kalo Lo masuk.” Jawab Tya
“A must?” Tanya Gue lagi.
“Wajib!” Jawab Tya lagi.
“Emang di dalem ada apaan?” Gue makin penasaran.
“Ya makanya sekarang buruan Lo masuk.” Riri dorong badan Gue sekuat tenaga buat masuk ke dalem.
“Ya, buruan masuk sana” Tya ikut-ikutan.
Jebrettt !!! Gue terjerembab ke dalem, pintu ditutup dan whoa! Gue dikunciin di dalem gedung. Panik? Udah pasti lah.
“Hoey… Maksudnya apaan nih?!?” Teriak Gue sekenceng-kencengnya tanpa liat sekitar. Perhatian Gue Cuma tertuju keluar, ke dua kaum hawa yang nggak bertanggungjawab tadi, Tya sama Riri.
“Baik-baik ya Lo di situ, Dis” Kata Tya cekikikan berdua sama Riri. Huh! Dasar anak manusia!
“Lo berdua mo ngapain Gue sih?” Gue berontak, agak-agak takut juga siy.
“Kan Kita udah bilang, itu surprise jadi nikmatin aja tuh.” Dasar gelo! maunya apaan siy?
Mereka pergi, lenyap gitu aja. Kayaknya pecuma deh, mereka nggak maen-maen. Pasrah aja ah…
“Ehm…ehm…” Hah?!? Siapa tuh?
Sret! Gue noleh ke asal deheman barusan. Sesosok Manusia generasi Adam dengan PeDenya disaat Gue lagi kena samsara gara-gara terkurung di sini, nyandar ke tembok dengan kaki menyilang dan tangan di saku celana. Gilanya Dia pasti liat kekonyolan Gue tadi, duh…malunya, cariin panci donk buat nutupin muka Gue yang udah kayak kepiting rebus ini.
“Slamat pagi, Adis” Orang itu nyamperin Gue. Bengong, mematung, kaku Bro! Gue nggak lagi mimpi kan? Aduh Tya, Riri Lo berdua tega banget sih? dibayar berapa Lo sama nih makhluk Tuhan yang nggak seksi ini? Hey, tolongin Gue, siapapun yang denger kata hati Gue.
“Kok diem?” Sumpah! so sweet banget senyumnya, bikin Gue klepek-klepek aja. God…ini rejeki apa musibah di pagi buta?. Suaranya lembut banget, bikin Gue nggak bisa berkata-kata. Rasanya kehilangan suara, nggak ada energi sama sekali, padahal Gue dah sarapan lho. Sumpah! Gue lemes banget.
“Sorry ya? Pagi-pagi gini udah bikin rebut. Udah ganggu aktivitas Lo.” Katanya malu-malu.
“Oh..eh...e…its okay, nggak apa-apa” Wadaw! ketahuan juga gagap Gue, grogi Gue, Salting Gue. Tapi syukur deh suara Gue masih.Gelo, bener-bener gelo.Gue sebagai Korban nggak ngerti mau ngomong apa. Padahal biasanya Gue udah ngomel-ngomel nggak jelas kalo udah diginiin. Tapi nggak tahu kenapa, saat ini Gue nggak bisa jadi Gue yang biasanya, Gue serasa ada di dunia yang beda. MAHENDRA PRAMODYA !!! Kenapa sih Lo mesti lahir ke dunia dan mesti ketemu Gue? Congratz ya Maha, Lo udah berhasil bikin Gue jadi gila!.
“E…” Wow! Barengan Kita mo ngomong sesuatu, jadi salting deh.
“Mending Lo duluan yang ngomong” Pasti deh ntar rebutan nyuruh ngomong.
“Tapi…” Bener kan Gue bilang.
“Nggak ada yang penting kok, Lo aja duluan.”
“Ok, thanks.” Edan, baru kali ini Gue liat seorang Ketua OSIS, seorang Orator ulung Sekolah keliatan linglung , di depan cewek lagi.
“Sorry Ya, Adis”
“Kenapa minta maaf?”
“Karna Gue… suka Lo, Dis.” What?!? Ah…pasti ini Cuma mimpi, Gue pasti Cuma diboongin. Coba nyubit  pipi aja ah… aduh!
“Lo nggak lagi mimpi, semua ini tuh beneran.” Waduh! pantesan sakit.
Gue linglung, salting, nggak tahu mesti ngapain.
“Apa Lo mau jadi pacar Gue?” Duar!!! Apa lagi nih? Aduhh… kok jadinya kayak gini? Apa Maha beneran? Tapi, kalo dilihat dari warna mukanya yang tiba-tiba memerah terus bulir-bulir keringat di dahi sama di lehernya sih keliatan bener. Sumpah! Nih bocah makin sperktakuler aja.
“E… emang…”
“Jangan tanya kenapa semua jadi gini>”
“Trus?”
“Ya… Lo jawab mau ato nggak aja.”
“Em…gimana ya?” Gue meras otak, cari cari dan cari jawaban yang tepat. Dan hap! ok! Gue udah dapet jawabannya.
“E…Maha.” Gue ngulurin tangan, ngajak salaman maksudnye.
Maha bales uluran tangan Gue.
“Gimana?” Maha keliatan deg-degan banget.
“Gue minta maaf, Gue nggak bisa.” Gue ngelepas tangan Gue dari jabatan tangan Maha.
“Are You sure? Is it the last  answer?” Maha gimana…gitu. Kecewa ada, ekspresi lega binti plong juga iya. Mana yang bener?.
“Sorry, bukannnya apa-apa. Tapi…”
“Sst…nggak usah bilang apa alesan Lo nolak Gue, karma Gue juga nggak bilang kenapa Gue lakuin ini. Daripada ntar malah ada apa-apa, mending Gue nggak usah tau soal ini.
“Jadi?”
“Ya semua kembali seperti semula.”
“Kita balik kayak biasanya?”
“Iya, Gue sebagai Maha…”
“Sang Ketua OSIS yang dikagumi banyak orang”
“Yang sekedar tahu kalo Adis itu sohib akrab orang-orang penting di OSIS kayak Tya, Wahyu, dan Ruly. Tapi nggak kenal Lo.”
“Dan Gue tetep seorang Adis yang mengenal Lo nggak lebih dari seorang Ketua OSIS, orang paling popular setelah kepsek di sekolah ini.” Dan sebagai orang yang pernah jadi pencuri hati Gue, Batin Gue.
“Its okay. Deal?”
“Deal.”
“Kalo gitu, sekarang Kita keluar dari sini. Kayaknya semenit kagi bel masuk bakal bunyi deh.”
“Gimana keluarnya? Pintunya kan dikunci tadi.”
“Tenang aja, nih Gue bawa kunci pintu yang satunya.” Maha dan Gue keluar dari auditorium beriringan. Suasana hening menggelayuti.
Ada banyak alesan kenapa Gue nolak Maha, meski sebenernya Gue suka, Gue saying, Gue cinta sama Maha. Tapi setelah dipikir-pikir, rasa Gue ke Maha ini Cuma sekedar obsesi, rasa simpatik belaka,b ukan rasa cinta yang asli. Cinta Gue yang asli kan buat suami Gue ntar, bukan sekarang. Dan…makasih ya Maha, Lo udah kembaliin hati Gue yang sempat Lo ambil lewat kejadian pagi ini. Hhh…Maha, seandainya Lo tahu isi hati Gue yang sebenernya.
“Ok, Kita anggep pagi ini Cuma mimpi, nggak ada di alam nyata ato ini nggak pernah terjadi.” Kata Maha bikin kesepakatan. Deal, setuju!. Kita pun pisah di depan Auditorium.
*** 

Balikin Hati Gue II

Mau nggak mau terpaksa deh Gue ke sekolah tanpa hati, ternyata nggak enak banget. Pagi yang tadinya Gue elu-elukan, Gue bilang keren lah, cerah lah, Indah lah, hancur gitu aja gara-gara Gue kehilangan hati. Yups! Dan Gue sampe juga di sekolah, baru nyampe di gerbang Gue langsung beraksi, nyari hati yang ilang. Orang pertama yang Gue tanyain adalah Pak Mun, satpam setia sekolah tercinta.
“Pak,boleh nanya nggak Pak?” Tanya Gue
“Tanya apa?”
“Pak Mun tahu Hati Saya di mana? Saya kehilangan Hati nih Pak”
“Apa? Hati Non hilang?”
“Iya, Pak Mun liat?”
“Wah…maaf ya Non, Pak Mun nggak tahu e…”
“oh…” Gue kecewa!
Tapi bukan Adis namanya kalau baru gitu aja udah nyerah, toh baru Pak Mun yang Gue Tanya. Dan selama pejalanan dari gerbang menuju kelas , Gue nggak berhenti Tanya setiap orang yang Gue temuin soal hati Gue. Nah, yang nyebelin nih, nggak ada satu orang pun yang tahu dimana hati Gue berada. Malah ada yang nyaranin aku buat laporin masalah ini ke Polisi. Sebenernya siapa sih Malingnya? segitu teganya sama Gue, jahat banget deh. Gue bener-bener bingung banget sampe Gue kehilangan arah (kayak lirik lagu aja) dan berbuat anarkis (wow! berlebihan tuh). Gue bener-bener udah nggak tahan ngubur amarah nih, Gue mesti bertindak. Akhirnya Gue putusin buat terjun ke lapangan tengah, lari ke tengah lapangan and you know  what  will I do?
“Hei!!! Semua yang bisa denger Gue?!?” Gue teriak sekenceng mungkin demi hati Gue yang hilang entah kemana, mungkin dicolong orang.
“Semua bisa denger Gue kan?!?” yes! Akhirnya Gue diperhatiin juga.
“Gue mohon sama orang yang udah nyolong hati Gue buat balikin hati Gue sekarang juga. Dan buat yang ngeliat di mana hati Gue sekarang, please kasih tahu Gue!!!” Teriak Gue nyantai tapi menggebu-gebu dan tentunya pasang wajah memelas juga. Buat  yang mau niru gaya Gue saat ini, inget ya! Lo mesti PD, cuek, nggak pedulian and berani malu. Hwa…!!!
“Please donk guys…!” Teriak Gue lagi.
Tiba-tiba…
“Adis, nggak usah bingung, hati Lo ada di Gue” What?! Maha? Bawa hati Gue? Gila apa?
“Lo?” Swear! Gue bingung banget, apa maksudnya nih?
“Iya, kenapa emangnya?”
“Dasar maling, rampok, jambret, copet!” umpat Gue saat itu juga ke Maha. Kok gini ya? bisa-bisanya Gue marah besar gini ke Maha? Padahal bukannya Gue lagi fall in love ke Dia?
“Lo ngomong apa? Maling?”
“Iya! Kenapa? Emang Lo kan yang nyolong hati Gue?”
“Oke, oke, terserah Lo mau ngomong apa. Salah Lo juga kenapa Lo biarin Gue nyuri hati Lo?”
“Kok Lo malah nyalahin Gue?”
“Jelas donk”
“Ya udah, Gue nggak mau debat dan mending sekarang buruan balikin hati Gue, Pencuri!”
“Nggak bisa!”
“Balikin sekarang juga atau…”
“Atau apa?”
“Atau Lo juga bakal kehilangan  hati Lo!”
“Nggak masalah, kan Gue bisa pake hati Lo”
“Dasar kurang ajar! Balikin Hati Gue!” Gue nyoba ngrebut kotak kaca berisi hati punya Gue itu. Gue jadi nggak rela kalau hati Gue diambil sama Maha, nggak!
“Hati ini udah jadi punya Gue!” Teriak Maha sembari lari menjauh dari Gue.
“Maha… kembaliin!!!” Gue terus ngejar Maha yang lari pontang-panting ngelilingin sekolah dengan Hati Gue yang sekarang ada di genggamannya. Maha larinya asal,nggak pake aturan sampe akhirnya…
PRANGGGG…!!!!
*** 
“Hwa!!! Mug Gue! Hwa…”Tangis Gue pecah di pagi tunanetra eh! Pagi buta maksudnya. Bikin semua makhluk penghuni Rumah Sahabat-panggilan sayang Kostan Gue-pada kelimpungan ,geger kayak orang kebakaran jenggot-emang cewek punya jenggot?-
“Adis…” Akhirnya, ada juga yang nyamperin Gue. Yups! Orang yang paling tua alias sesepuh Kos, Mba Tara.
“Mba… Mugnya Mba” Gue meratap melas banget.
“Kenapa?” Nanda ikut nimbrung.
“Kado dari Ibu pecah, jatoh dari kasur” Ratap Gue lagi, kali ini nggak ada ekspresi.
“Penting banget ya?” Sheila juga nyamber.
“He’eh, ini kan kado dari Ibu waktu Gue berhasil lulus SD trus masuk 3 besar.” Kenang Gue, nggak  penting banget deh.
“Mba Adis juga sih, Mug pake dikelonin segala, udah gitu Mba kan kalo tidur suka plang kiri-kanan, wajar aja kalo jatuh” Si kecil Nida buka kartu Gue, beraninya mainin orang tua.
Gue nangis lagi, lainnya bubar jalan,balik lagi ke aktivitas masing-masing yang sempat acakadul gara-gara Gue. Deg! Tadi itu bukannya yang pecah Toples yang isinya… hati Gue? Kok jadi Mug? Bukannya tadi Gue lari-lari ngejar Maha? Terus Hati Gue?. Gue pegang dada Gue, masih berdetak kok. Alhamdulillah…makasih Ya Allah.
*** 

Balikin Hati Gue I

“Makan, Dis.” Kata-kata itu akhirnya keluar juga dari mulut seorang Makhluk Tuhan yang sama sekali ‘nggak seksi’ yang punya nama Mahendra Pramodya. Kata-kata itu udah terlontar sekitar dua jam lalu waktu panitia School Fair-termasuk Gue di dalemnya-pada mau pulang soalnya acaranya udah selesai. Take place in corridor between Lab. Bahasa and kelas X-9. Waktu pita suara punya Mahendra Pramodya kerja bareng semua isi mulut buat ngeluarin tuh kata-kata, nggak ada yang istimewa nurut Gue, tapi Gue jadi bingung deh sekarang. Why? because, moment yang cuma berlangsung beberapa detik itu jadi moment nggak terlupakan, Gue jadi kepikiran terus. Mulai dari posisi Dia waktu ngomong itu, ekspresinya yang biasa-biasa tapi sejuk, senyumnya yang ramah bikin klepek-klepek, and of course suaranya yang khas -suara penyanyi nasyid- bikin hati jadi adem. Sekarang, semua itu udah kayak setan buat Gue, pada menghantui pikiran, hati , dan hari-hari Gue. God…kenapa sih Gue?
Ehm! Kayaknya percuma deh barusan cuap-cuap panjang kali lebar (emang persegi panjang?) tapi nggak jelas gitu. Jadi Sodara-sodari, Gue bakal kasih tahu sekarang. Kenapa Gue nekat mengorasikan soall Makhluk yang satu itu? Karena Dia, Mahendra Pramodya, yang nama panggilannya meleset satu huruf dari nama yang sebenernya, harusnya Mahe tapi dipanggil Maha. Karena Maha, si Pemimpin yang belum Gue tahu gaya kepemimpinannya. Gue jadi member kesekian dari sekian banyaknya member komunitas pengidap Pink Virus alias Virus Cinta. Sumpah! Gue udah kesetrum cinta yang voltasenya paling tinggi. Kalo aja detik ini dibuka Rumah Sakit Cinta, Gue bakal daftar duluan jadi pasien pertamanya. Kayaknya, Maha udah memproduksi Pheromones yang berlebihan deh, bikin Gue bisa nyium wewangian dari tubuhnya, untung aja Gue nggak sampe ngendus-endus kayak Ajing pelacak.
***
Mahendra Pramodya, si Ambisius nan Misterius. Yang sering banget keliatan sendiri (kasihan banget sih Lo?). Orang yang udah bikin Gue jadi Makhluk paling aneh sedunia saat ini. Suka ngelamun, senyam-senyum sendiri nggak jelas, kadang pake uring-uringan juga. Maha, orang yang biasa tapi penuh pesona di mataku (waduh! kayaknya Gue kena Rabun Cinta kali ye?), Maha udah  bener-bener jadi maling, perampok, jambret, copet, jadi pencoleng. Dia ambil sesuatu paling berharga dalam diri Gue, Dia nyuri Hati Gue tanpa izin! Dan tanpa sadar Gue bener-bener kehilangan Hati Gue.
Aduh Adis… Lo udah gila apa ya? Siapa yang nyolong Hati Lo? Mungkin itu yang bakal Maha bilang kalo Dia tahu gimana keadaan Gue saat ini. Sebenarnya Gue masih waras ngak seeh…?. Kalo mau balik ke masa lalu, nggak ada salahnya sih, hari di mana 1st time I met Him in English Club. Maha jadi Star of the Day gara-gara kepiawaiannya berorasi di depan umum wakyu itu. Pas lagi kemah, Dia numpang mandi di tempat yang sama kayak Gue. Pas jelajah kota, kelompok  Kita masing-masing mesti beriringan. Waktu sekolah ngadain Pesantren Kilat selama seminggu, Gue ganti baju lima kali, Dia juga. Dan percaya nggak? Warnanya always sama, paling Cuma sekali aja yang nggak sama. Jlenggggg!!! Maksudnya apaan nih Bang? Arghhhh…!!! Bingung deh mau cerita apa. Yang jelas, detik ini, menit ini, jam ini, hari ini Gue lagi dilemma. Lho?!? Iya, ternyata hati Gue tuh bersisi dua (Ngaco deh Gue, kapan Gue ngeliatnya? Kok bisa tahu?). Aneh deh, di satu sisi, Gue bener-bener falling in love ke Maha. Nah, di sisi yang satunya bilang kalo Gue tuh benci banget sama yang namanya Maha, Dia kan pencoleng hati orang. Kalo aja sekarang Gue lagi ada di tengah Stadion, Gue pengen banget  teriak sekenceng-kencengnya ngalahin suara Bom, Roket, bahkan petir buat neriakin nama MAHENDRA PRAMODYA. 
***
Met pagi dunia !!! Wow, nih pagi keren banget ya? sumpah, cerah and so cool geto. Mau ada apa ya hari ini? surprise? ahh… nggak mungkin, Cuma orang nggak waras aja yang mau kasih kejutan ke Gue harii gini, emang siapa sih Gue?. Cerah siy cerah tapi, kayaknya ada yang kurang deh. Apa ya? kayak ada yang ilang gitu.
“Met pagi Adistya… how are you today?” Twing! dasar peri nggak berperikemanusiaan (please deh, peri ya peri, manusia ya manusia, beda banget kale?) ngagetin orang ajah, udah tahu Gue masih keadaan setengah-setengah, antara sadar dan nggak sadar.
Ada apaan nih Chro? Pagi-pagi udah ngeceng kemari.” Kata Gue nyantai bin nggak punya dosa.
“Kamu tuh ya, suudzan mulu bawaanya.” Weits! nih makhluk kenal bahasa para kiai juga? hebat!
“Yeee…sewot. Udah buruan kamu mau bilang apa?” Seruduk  Gue kemudian.
“Apa yang kamu rasain sekarang?” Si Chro nih maunya apa sih?
“Seneng banget Chro, kira-kira mau ada apa ya hari ini?” Sumpah jek! jujur dari hati yang paling dalam lho, namanya juga orang baik.
“Bener nih seneng?”
“em…” Gue mikir sekuat tenaga.
“Kamu nggak ngerasa ada yang ilang?” Nah…ini, ini nih, kayaknya ada yang salah di sini.
“Kok Lo tahu Chro?” Gue makin penasaran.
“Coba aja pegang dada kamu” Hap! Gue nurutin apa yang dibilang Si Tengil  satu ini.
“Gimana?” Ganti Chro yang pasang ekspresi tanpa dosa,pembalasan.
“Chro…!!! Hati Gue Chro, Hati Gue kemana?” God, Gue nggak tahu mesti gimana saat ngerti kalo sesuatu yang berharga dalam diri Gue ilang gitu aja, tanpa jejak tentunya. Hwa!!!
“Udah tahu kan kenapa Aku dateng  pagi-pagi gini ke sini?” Kata Chro santai banget.
“He’eh, terus gimana sekarang?” Panik Gue muncul.
“Santai aja, ntar juga ketemu. Toh juga nggak bikin mati. Udah dulu ya Adistya manis… moga hati Kamu cepet ketemu. Bye!” Twing! hah?! Chro ikut-ikutan ilang sedetik kemudian. Dasar peri Tengil! Tega banget sih ninggalin Gue. Terus gimana nasib Gue sekarang? hiks! hwaaaaa….!!!!
*** 

Selalu Mengharukan

ultahku udah 3 bulan yang lalu, tapi semuanya masi membekas sampe sekarang (halah)
ada satu hal yang lupa aku posting, padal ini wajib diposting... ucapan dari bapak dan ibu. Yes, it is a must. haha...
jadi, ceritanya, pas tanggal 28 september kemarin, tepat jam kelahiranku, aku dapet sms jek! dari bapak-ibu... gini isinya...


"Ndhuk Tiwi anakku, "SELAMAT ULANG TAHUN" semoga Allah senantiasa sayang dan memberi rohmat, sehat dan bermanfaat untuk kebaikan. Semoga menjadi KUSUMASTUTI DIAN PRATIWI, bunga yg dipuja menjadi penerang di bumi, insyaallah...
Bp, ibu, intan, dan keluarga semua selalu cinta dan sayang padamu. ....Selamat dan sukses... "

Tes, tes, tes...
Huaaaaaa.... jebol sudah bendungan air mata ini...
Bapak, Ibu, selalu saja begini, selalu berhasil membuat anak sulungnya ini terharu gila-gilaan,
Dan aku bersyukur, mereka gak ngucapin lewat telepon... Aku gak mau ketahuan mewek...

Ya Allah, aku tak bisa berucap banyak, bahagiakan mereka seperti mereka membahagiakan aku... Aku cinta mereka...

Suatu hari di kelas XX

suatu hari di kelas mata kuliah xx ...
"Jadi, apa yang membuat kita takut?"
Di kelas mata kuliah lain, yang tingkat kesulitannya lebih tinggi tapi dosen pengampunya 'baik hati', kita tetep bisa ngerti kok. Sekalipun bobot sksnya 4, yang tentu saja membebani kita, tapi kita bisa paham tuh, kita gak se-diem ini. tapi kenapa ini kaya begini? ini makul bobot sksnya cuma 2, tapi kuliahnyaaaa... wuuuu tekanan batin. Padahal materinya uda dikasi sama dosenya, kita tinggal ngopy dan pelajari, enak kan? tugas-tugas juga nggak pernah, tapi kenapa menakutkan begini?
oke, kita bandingkan sama makul yy. ini makul juga satu spesies sama makul xx, cabang dari ilmu ww. Di makul yy, kita gak pernah dikasi handout atau apalah langsung dari dosen, smua materi kita cari sendiri, hunting referensi san-sini, berburu artikel sana-sini, tiap pertemuan kita sharing ilmu doank, gak pernah dicekoki kaya di makul xx, tapi dosenya baik hati, gak pernah merasa tertekan kaya begini.  


ttd
(pembelaan diri) 





Indrarinda - Ini Indra

....................................................................................................................................................
Dan sepertinya malam ini akan aku habiskan di sini, di kuta. Berjalan di seputaran kuta, melewati trotoar sempit, disuguhi pemandangan riuh ramai keceriaan kuta, tumpah ruah manusia dari berbagai ras, menikmati hingar bingar kuta mala mini. Kawasan yang tak pernah tidur. Bersama Arinda, aku terus menjejakan kakiku menyusuri jalanan pendek ini. Tak lelah aku menceritakan banyak hal tentang kuta pada gadis ini. Begitu antusiasnya dia mendengar ceritaku. Sesekali suara lugu penuh keingintahuan keluar dari mulutnya, dan tawa pun bergema, lirih terkalahkan suara kuta malam ini. Sesekali kuberanikan memandang wajah mudanya. Bagi mata pria, aku akui dia tidak termasuk dalam kategori gadis berparas ayu. Tapi bagiku, dia menarik. Mata bulatnya yang selalu bicara. Mata bulatnya yang selalu mencoba meyakinkanku. Ketika kutangkap tatapan mata bulatnya, ketika itulah mata itu selalu bicara, memberitahuku bahwa mata itu adalah mata Arinda kecil. Arinda kecil yang kini telah berusia 20 tahun.
Aku tahu, Arinda terlalu lelah hari ini untuk kuajak berjalan lagi. Tapi dua pasang kaki ini terus melangkah, hingga akhirnya menyentuh pasir pantai kuta. Dan langkah ini pun terhenti disitu. Memandang gelap di depan mata. Dan terduduk. Kami saling bercerita lagi. Sambil menunggu yang lain datang. Dan jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Belum ada tanda-tanda Farhan dan kawan-kawan tiba. Tidak ada satu pun dari mereka yang bisa dihubungi. Arinda mulai resah, Nampak dari raut wajahnya. Dia tak bisa menyembunyikan rasa kantuknya. Kuajak Arinda beristirahat di mobil, tapi dia menolak. Baiklah. Aku menghiburnya, menyanyi. Lirih aku mengalunkanya...

Who are you now?
Are you still the same or did you change somehow?
What do you do at this very moment when i think of you?


Arinda ikut menyanyikannya bersamaku, merdu. Kami memandang satu sama lain, tersenyum. Dan meneruskan lagu ini.

And when i’m looking back...
How we were young and stupid
Do you remember that?

Dan sayup-sayup suara Arinda melemah, hilang. Dalam duduknya, matanya sudah terpejam. Lelah. Kudekatkan bahuku padanya. Dalam hitungan detik pun, kepala Arinda jatuh ke bahuku, bersandar.

No matter how i fight it, can’t deny it,
Just can’t let you go...
I still need you
I still care about you
Though everything’s been said and done
I still feel you, like i’m right beside you...


Lagu ini terus mengalun dari mulutku... pelan, mengantar Arinda ke alam mimpi.
Tak tega melihat tubuh kecilnya menyandar terpaksa pada bahuku, aku merebahkan badannya di pangkuanku. Mungkin tak senyaman pangkuan ibunya. Tapi aku ingin dia merasakan apa yang Arinda kecil dulu pernah rasakan. Maaf Arinda, aku lancang. Aku rindu Arinda kecilku. Arinda kecil yang suka sekali tidur di pangkuan Indra.
Sekitar pukul setengah dua dini hari, Farhan dan teman-temannya kembali. Menghampiriku yang masih terduduk di tepi pantai. Mereka heran melihat aku dan Arinda.
“Lho? Kok?” Farhan bingung melihat Arinda yang tertidur pulas di pangkuanku.
“Hayooo... mas Indra... ngapain itu sama Arinda?” Indah menggodaku dengan nada setengah curiga.
“Arinda nggak kenapa-napa kan mas?” Mira sepertinya khawatir.
“Nggak, dia kecapekan, makanya tidurnya pules.” Jawabku pada mereka.
“Yah, si Munyuk mesti deh, kalau udah ngantuk nggak bisa ditawar.” Farhan sepertinya sudah hafal tabiat Arinda.
“Kita pulang ke hotel sekarang?” tanyaku memastikan.
“Iya mas, balik ke hotel yuk.” Ajak Alfin.
“Bangunin dulu Arindanya.” Saran Mira.
Aku pun membangunkan Arinda. Kugoyangkan bahunya.
“Arinda.... bangun Rin...” Kubangunkan Arinda.
Diam. Tak ada reaksi. Aku menoleh pada yang lain. Kemudian kugoyangkan lagi bahunya. Tetap tak bergerak. Aku mulai khawatir.
Farhan pun ikut bertindak.
“Woe Nyuk! Bangun....!!!” Farhan mencubit pipi Arinda keras.
Tak ada reaksi. Farhan kembali mengulangi caranya membangunkan, tapi Arinda tak bereaksi, diam. Apa jangan-jangan dia pingsan? Kutepuk pipi Arinda. Tetap diam.
“Jangan jangaan... Arinda pingsan?” Prasangka Mira membuatku tak tenang.
Segera kuperiksa nafas dan detak nadinya. Tidak ada yang salah, Arinda tidak pingsan, Arinda terlalu lelap tertidur.
Farhan bermaksud membangunkan Arinda dengan mengguyurnya dengan air. Aku tak mengizinkan.
“Arinda cuma tidur kok.” Kataku memberitahu.
“Kok nggak bangun-bangun gitu?” Tanya Alfin.
“Iya, susah banget sih bangunnya.” Tambah Indah.
“Arinda emang gitu kalau kecapekan, tidurnya kaya orang pingsan.” Jawab Mira.
“Yaudah, biar aku yang bawa Arinda ke mobil.” Aku memberi solusi, kasihan jika Arinda harus dibangunkan.
“Gimana bawanya nih munyuk mas?” Tanya Farhan.
“Biar aku gendong Arinda ke mobil.” Mungkin ini lancang dan tak sopan. Tapi daripada aku mengganggu tidur perempuan ini, lebih baik aku menggendongnya. Tidak tega melihat wajah lugu Arinda yang tenang dalam tidur ini.
“Gendong?” Alfin dan Farhan heran.
“Iya.” Jawabku ringan.
“Yakin mas?” Mira meragukan.
Aku mengangguk.
“Arinda nggak kurus lho mas.” Kata Farhan.
“Udah nggak apa, yuk.” Ajakku sembari melingkarkan tangan kanan dan kiri Arinda ke bahuku. Aku menggendong Arinda menuju mobil. Kembali ke hotel.
“Mas Indra.” Panggil Mira ketika perjalanan menuju hotel.
“Apa Mir?” balasku.
“Mas Indra so sweet banget tauk pas gendong Arinda barusan.” Kata Mira tiba-tiba. Aku hanya bisa tersenyum mendengarnya. Dasar otak perempuan, tidak bisa biasa melihat kejadian seperti tadi, pasti otak mereka sudah dicekoki adegan-adegan romatis di film-film, atau bahkan mungkin sinetron.
“Maksudnya Mir?” Tanyaku.
“Ya so sweet mas, kaya adegan-adegan di drama korea lho.” Jawab Mira.
Seisi mobil tertawa. Benar apa yang kutebak.
“Dasar ceweekkk... otak kalian isinya drama mulu ya.” Kata Farhan heran.
Dan begitulah perempuan. Lebih jeli memandang sesuatu dari perasaan. Dan sepanjang perjalanan dari kuta menuju hotel, sekelompok muda-mudi ini pun tak henti mengobrolkan drama.
Kami pun tiba di hotel. Kugendong lagi Arinda menuju kamarnya. Diikuti Mira dan Indah, teman sekamar Arinda. Salah satu teman Arinda membuka pintu kamar, kaget melihat Arinda terlelap dibalik punggungku. Segera kukatakan bahwa Arinda hanya tidur, sebelum prasangka lain muncul. Aku pun segera masuk ke kamar dan merebahkan Arinda ke ranjang. Memandang wajah lugu itu dalam hitungan detik, kemudian pergi dari sana. Selamat malam, Arinda...

One Afternoon on the Field

Berawal dari maksud untuk berenang di sore hari, tapi apa daya kolam renangnya tutup. Dan yaaa... waktu itu aku sama partner setia ngelayapku pun akhirnya memutuskan untuk foto-foto. Yaa, kalo istilah yg biasa dipake orang-orang fotografi yg uda professional sih hunting foto. Tapi berhubung ini Cuma modal camdig jadul dan model acakadul juga tempat yg gak jelas, jadi namanya bukan hunting kali ya, tapi foto-fotoan.
Fyi, kita akhirnya foto-fotoan di lapangan depan perpustakaan unej. Lapangannya luas sih, yang sisi barat biasanya buat latihan bola, kadang ya buat main. Yang sisi selatan langsung berbatasan sama tembok pembatas kawasan kampus unej. Isinya rumput book... tapi justeru itu yang bikin keren. Bisa jadi property kita buat foto-fotoan.
Jepret sana, jepret sini, dan taraaaaa... here they are... foto2 amatir gilak, setelah melalui beberapa pengeditan aka perbikan :D







About this blog

happy reading

Total Pageviews

Followers

About Me

Foto Saya
dianpra
Writing for Pleasure
Lihat profil lengkapku

thanks for visiting